Friday, 30 January 2015

Kepada Selamanya

Standard
Bagaimana rasanya abadi?

Saya penasaran, apa hidupmu menyenangkan, seperti janji-janji baik baru terdengar? Ada banyak manusia yang seringkali menjadikanmu bumbu penyedap. Kau akan ada di urutan terakhir sebuah kalimat, entah itu pernyataan dari hati, atau sekadar basa-basi. Sepengetahuan saya, berkat namamu jugalah sebagian wanita merasa tinggi. Di awang-awang. Melangit.

Tapi saya tak tahu, bagaimana kau menanggapi itu. Apa kau gembira, apa kau melangit juga? Membawa-bawa kau, menurut saya terlalu berat. Bukan berarti takut pada esok, saya hanya tak mau ada yang terjun bebas dengan memunggungi langit. Itu cara jatuh yang sakit. Kata-kata, punya kekuatan tak terbatas. Ia bisa bikin hancur negara, apalagi sebuah hati.

Saya mengamini salah satu lirik Iwan Fals, “…ku tak sanggup berjanji, hanya mampu katakan, aku cinta kau saat ini…” Itu, justru terdengar lebih puitis menurut saya, bagaimana denganmu, Selamanya?

Mungkin kau mengharap surat yang lebih panjang, sebagaimana makna namamu, tapi sayangnya, dari beberapa mulut yang saya tangkap, Selamanya, justru lebih sering menjadi singkat.

Sebelumnya, mohon maaf, saya pikir, kau tak benar-benar abadi. Sebagaimana api tak membakar Ibrahim, seperti mendung tak berarti hujan. Jika saya salah, tolong jangan disumpah. Saya percaya kekuatan kata-kata, tapi tidak untuk Selamanya.


Atau, mungkin kau bukan untuk diucap?

2 comments: