Dimuat di E-Magz Nouvalitera edisi Maret 2014
Perkenalkan
namaku Wijaya Kusuma. Aku adalah salah satu peliharaannya. Tidak banyak yang
tahu kalau aku ini peliharaannya. Selain karena aku berbeda, aku juga tidak
terlalu dikenal orang. Aku tinggal di rumahnya. Tepatnya, di rumah bagian
depan. Ia yang di sana itu tuanku. Dialah orang yang merawatku sedari kecil
hingga aku dewasa seperti sekarang. Setiap pagi dia pasti mengurusiku.
Memperlakukanku layaknya anak sendiri. Tapi entahlah, kasih sayang yang dia
berikan padaku, justru membuatku tidak hanya sekedar sayang. Aku jatuh cinta.
Bukan cinta anak pada orang tuanya, aku jatuh cinta untuk menjadi kekasihnya.
Pagi
ini seperti biasa sebelum berangkat bekerja, terlebih dahulu ia menyapaku.
Memberi aku makan, memandikan, juga terkadang memotong bagian-bagian tubuhku
yang mulai panjang dan tidak rapi. Ia akan melantunkan lagu-lagu lawas, atau
bersiul ketika sedang memanjakan aku. Memperhatikan tubuhku senti demi senti.
Tak boleh ada keriput atau kuning yang timbul sebelum waktunya.
Oh,
ya. Aku lupa memperkenalkannya kepada kalian. Walau sebenarnya dia yang akan
aku kenalkan ini tidak begitu penting juga dalam kisah cinta kami. Dia itu
pengganggu. Wanita cantik yang selalu saja membuatku cemburu. Apalagi jika sore
tiba. Dia akan bertingkah manja pada tuanku sambil menikmati secangkir teh
hangat tepat di hadapanku. Itu dia yang sedang berjalan menghampiri kami. Si
orang ketiga. Istri tuanku yang tengah hamil delapan bulan.
“Ayo
sayang, udah jam setengah tujuh. Nanti kamu terlambat pergi ke kantor.”
Ah,
mengganggu saja. Kau tidak lihat, dia sedang senang menghabiskan waktu denganku?
“Iya,
tunggu sebentar.”
Hahaha.
Kau dengar, kan? Dia masih ingin bersamaku.
***
Beberapa
hari lagi, saat-saat indahku akan tiba. Aku akan melahirkan salah satu sisi
feminin Tuhan, setelah penantianku selama kurang lebih setahun. Bukan hanya
aku, tuanku juga begitu bahagia. Sampai-sampai dia mengambil cuti untuk
merawatku, aku benar-benar beruntung ditakdirkan Tuhan bertemu dengannya. Kini,
aku tengah menunggu buah hasil kisah cinta kami berdua. Bungaku.
Meski
tinggal di kota yang cukup panas, aku tetap bisa melahirkan bungaku. Bunga
misteri kata orang. Ya, aku hanya bisa melahirkan setahun sekali dan selalu di
malam hari. Itupun jikalau didukung dengan cuaca, kelembaban dan tetek-bengek
ilmu pengetahuan alam memusingkan yang cocok untukku. Tidak, aku bukan makhluk
super ribet layaknya wanita. Wanita seperti istri tuanku misalnya. Sekarang
saja, dia selalu minta ditemani kemana-mana, ingin ini itu dan harus ditepati
segera. Bila salah sedikit saja pasti akan marah. Lalu seketika bisa berubah
manja. Aneh.
Entah
kenapa tuanku begitu sabar menghadapinya. Kenapa tidak dia ceraikan saja wanita
itu, kemudian menikah denganku. Toh, di sini aku selalu menunggunya. Aku yang
selalu pertama kali dia lihat ketika sampai di rumah, aku pula yang setiap pagi
menggambar senyum di bibir tipisnya.
***
Ah,
hidup memang tidak adil. Seminggu ini, tidak ada satu pagi pun yang aku lalui
bersama tuanku. Tidak ada satupun sentuhan jemarinya pada tubuhku. Tidak ada
suapan air segar ataupun siraman surga Tuhan menerpa gerahku. Dia terlalu sibuk
mengurusi si orang ketiga. Istrinya yang akan melahirkan, atau sudah
melahirkan. Entahlah. Tidak penting bagiku. Padahal di sini, malam ini, aku
akan melahirkan bunga pertamaku. Buah cintaku dengannya setahun belakangan ini.
Tentu aku berharap akan ada dia di sampingku. Mendampingiku melewati
detik-detik mendebarkan, menuntaskan tugas yang diberikan Tuhan.
***
Semalam,
aku mendengar suara bayi. Tepat ketika aku melahirkan bunga pertamaku. Sempat
aku berpikir, itu adalah suara anakku. Tapi sejak kecil hingga seusia ini, aku
belum pernah mendengar ada bunga wijaya kusuma yang lahir dengan mengoek.
Mungkin aku sedang berhalusinasi karena proses kelahiran bungaku, atau mungkin
rumah ini memang memiliki penghuni baru?
Terserah.
Lagi-lagi itu tidak penting bagiku. Yang penting sekarang adalah tuanku kembali
menghampiriku, melukis pagi indah lagi untukku dan bunga pertamaku yang mulai
layu. Ya, buah cintaku itu kini layu, bertopang pada batang tubuhku. Memang
beginilah kami, penuh misteri. Melahirkan di malam hari, kemudian layu di
paginya. Jangan tanyakan perasaanku sekarang. Aku hanya perlu tuanku, dan
sentuhan jemarinya. Apa? Apa menurut kalian aku bodoh untuk bertahan?
Hei,
lihat. Dia berjalan keluar. Benarkan perkiraanku, dia pasti menghampiriku untuk
melihat anak kami, tapi kenapa membawa dua koper besar? Wanita pengganggu itu
pun berjalan tepat di belakangnya sambil menggendong seorang bayi. Jadi, yang
semalam aku dengar itu...
“Tuan!!
Lihat!! Ini anak kita!!”
“Tuan!!”
“Ah,
kenapa kau masuk ke dalam mobil itu, tuan?? Lihat ini, aku bersama buah cinta
kita!!”
“Tuan!!!”
“Kenapa
pergi?? Tuan!!”
“Hah,
plang apa itu?? RUMAH INI DIKONTRAKKAN!!”
“TUAN!!!!!”
Pontianak, Desember 2013
hahahah ceritanya bikin ngakak =))
ReplyDeletemalah lucu ya? padahal kasian itu -"
Deletesering-sering mampir ya :)
mantab, keren, awal cerita ngebuat orang yang baca penasaran siape yang d maksud penulis ini, eh ternyata cuma bunga. dg dialog yg minim, tp bs ngejelas kan semua nye d akhir !
ReplyDeletetak tunggu postingan berikut nya. lanjut broda !!! :))
SIIAAPPP!!!
ReplyDelete120515; 06:46 PM
ReplyDelete