Wednesday, 18 December 2013

“Wijaya yang Tak Berjaya”

Standard

Dimuat di E-Magz Nouvalitera edisi Maret 2014


Perkenalkan namaku Wijaya Kusuma. Aku adalah salah satu peliharaannya. Tidak banyak yang tahu kalau aku ini peliharaannya. Selain karena aku berbeda, aku juga tidak terlalu dikenal orang. Aku tinggal di rumahnya. Tepatnya, di rumah bagian depan. Ia yang di sana itu tuanku. Dialah orang yang merawatku sedari kecil hingga aku dewasa seperti sekarang. Setiap pagi dia pasti mengurusiku. Memperlakukanku layaknya anak sendiri. Tapi entahlah, kasih sayang yang dia berikan padaku, justru membuatku tidak hanya sekedar sayang. Aku jatuh cinta. Bukan cinta anak pada orang tuanya, aku jatuh cinta untuk menjadi kekasihnya.

Pagi ini seperti biasa sebelum berangkat bekerja, terlebih dahulu ia menyapaku. Memberi aku makan, memandikan, juga terkadang memotong bagian-bagian tubuhku yang mulai panjang dan tidak rapi. Ia akan melantunkan lagu-lagu lawas, atau bersiul ketika sedang memanjakan aku. Memperhatikan tubuhku senti demi senti. Tak boleh ada keriput atau kuning yang timbul sebelum waktunya.

Oh, ya. Aku lupa memperkenalkannya kepada kalian. Walau sebenarnya dia yang akan aku kenalkan ini tidak begitu penting juga dalam kisah cinta kami. Dia itu pengganggu. Wanita cantik yang selalu saja membuatku cemburu. Apalagi jika sore tiba. Dia akan bertingkah manja pada tuanku sambil menikmati secangkir teh hangat tepat di hadapanku. Itu dia yang sedang berjalan menghampiri kami. Si orang ketiga. Istri tuanku yang tengah hamil delapan bulan.

“Ayo sayang, udah jam setengah tujuh. Nanti kamu terlambat pergi ke kantor.”

Ah, mengganggu saja. Kau tidak lihat, dia sedang senang menghabiskan waktu denganku?

“Iya, tunggu sebentar.”

Hahaha. Kau dengar, kan? Dia masih ingin bersamaku.
***

Beberapa hari lagi, saat-saat indahku akan tiba. Aku akan melahirkan salah satu sisi feminin Tuhan, setelah penantianku selama kurang lebih setahun. Bukan hanya aku, tuanku juga begitu bahagia. Sampai-sampai dia mengambil cuti untuk merawatku, aku benar-benar beruntung ditakdirkan Tuhan bertemu dengannya. Kini, aku tengah menunggu buah hasil kisah cinta kami berdua. Bungaku.

Meski tinggal di kota yang cukup panas, aku tetap bisa melahirkan bungaku. Bunga misteri kata orang. Ya, aku hanya bisa melahirkan setahun sekali dan selalu di malam hari. Itupun jikalau didukung dengan cuaca, kelembaban dan tetek-bengek ilmu pengetahuan alam memusingkan yang cocok untukku. Tidak, aku bukan makhluk super ribet layaknya wanita. Wanita seperti istri tuanku misalnya. Sekarang saja, dia selalu minta ditemani kemana-mana, ingin ini itu dan harus ditepati segera. Bila salah sedikit saja pasti akan marah. Lalu seketika bisa berubah manja. Aneh.

Entah kenapa tuanku begitu sabar menghadapinya. Kenapa tidak dia ceraikan saja wanita itu, kemudian menikah denganku. Toh, di sini aku selalu menunggunya. Aku yang selalu pertama kali dia lihat ketika sampai di rumah, aku pula yang setiap pagi menggambar senyum di bibir tipisnya.
***

Ah, hidup memang tidak adil. Seminggu ini, tidak ada satu pagi pun yang aku lalui bersama tuanku. Tidak ada satupun sentuhan jemarinya pada tubuhku. Tidak ada suapan air segar ataupun siraman surga Tuhan menerpa gerahku. Dia terlalu sibuk mengurusi si orang ketiga. Istrinya yang akan melahirkan, atau sudah melahirkan. Entahlah. Tidak penting bagiku. Padahal di sini, malam ini, aku akan melahirkan bunga pertamaku. Buah cintaku dengannya setahun belakangan ini. Tentu aku berharap akan ada dia di sampingku. Mendampingiku melewati detik-detik mendebarkan, menuntaskan tugas yang diberikan Tuhan.
***

Semalam, aku mendengar suara bayi. Tepat ketika aku melahirkan bunga pertamaku. Sempat aku berpikir, itu adalah suara anakku. Tapi sejak kecil hingga seusia ini, aku belum pernah mendengar ada bunga wijaya kusuma yang lahir dengan mengoek. Mungkin aku sedang berhalusinasi karena proses kelahiran bungaku, atau mungkin rumah ini memang memiliki penghuni baru?

Terserah. Lagi-lagi itu tidak penting bagiku. Yang penting sekarang adalah tuanku kembali menghampiriku, melukis pagi indah lagi untukku dan bunga pertamaku yang mulai layu. Ya, buah cintaku itu kini layu, bertopang pada batang tubuhku. Memang beginilah kami, penuh misteri. Melahirkan di malam hari, kemudian layu di paginya. Jangan tanyakan perasaanku sekarang. Aku hanya perlu tuanku, dan sentuhan jemarinya. Apa?  Apa menurut kalian aku bodoh untuk bertahan?

Hei, lihat. Dia berjalan keluar. Benarkan perkiraanku, dia pasti menghampiriku untuk melihat anak kami, tapi kenapa membawa dua koper besar? Wanita pengganggu itu pun berjalan tepat di belakangnya sambil menggendong seorang bayi. Jadi, yang semalam aku dengar itu...

“Tuan!! Lihat!! Ini anak kita!!”

“Tuan!!”

“Ah, kenapa kau masuk ke dalam mobil itu, tuan?? Lihat ini, aku bersama buah cinta kita!!”

“Tuan!!!”

“Kenapa pergi?? Tuan!!”

“Hah, plang apa itu?? RUMAH INI DIKONTRAKKAN!!”

“TUAN!!!!!”

Pontianak, Desember 2013


5 comments:

  1. hahahah ceritanya bikin ngakak =))

    ReplyDelete
    Replies
    1. malah lucu ya? padahal kasian itu -"
      sering-sering mampir ya :)

      Delete
  2. mantab, keren, awal cerita ngebuat orang yang baca penasaran siape yang d maksud penulis ini, eh ternyata cuma bunga. dg dialog yg minim, tp bs ngejelas kan semua nye d akhir !
    tak tunggu postingan berikut nya. lanjut broda !!! :))

    ReplyDelete