Friday 6 February 2015

Surat Untuk Surga

Standard
Untuk Surga Anak-Anakku kelak,

Jadi bagaimana rasanya duduk-duduk di pelaminan dan disalami banyak orang berdua denganku? Ah, tentu kau tak bisa mengatakannya sekarang, tapi aku meyakini, binar di wajahmu nanti, adalah sebenar-benarnya jawaban.

Kau tahu.. Duh, maaf. Harusnya kita masih aku-kamu-an sekarang. Tidak, bukan berarti ketika sudah menikah nanti, kita akan seperti sebagian orang-orang itu. Meng-aku-kau-kan kembali pasangannya masing-masing. Kupikir itu bukan hal yang menyenangkan. Bagaimana kalau aku memanggilmu bidadari rumah tangga? Berlebihan? Oke. Seperti cintaku.

Sebenarnya, aku bingung harus menulis apa untukmu. Kamu pasti sudah tahu banyak hal tentang aku, tentang keinginan-keinginanku, tentang masa depan kita. Setidaknya, saat ini kamu sudah tahu beberapa. Aku juga tidak ingin surat ini jadi semacam katalog promosi atau lembar ucapan terima kasih. Aku hanya ingin memberitahumu satu hal. Sesuatu yang tak lekang oleh waktu.

Tentu kamu tahu, terkadang aku suka menulis. Dan aku harap, sampai kita bersama nanti, aku masih melakukannya. Kamu tahu, hal paling indah yang bisa digambarkan adalah kepedihan. Ia mampu masuk ke dalam tubuhmu, bahkan ragamu. Menelusup tiap rongga kosong tak berpenghuni. Memberinya kenangan, rasa sakit juga pelajaran. Tidak semua orang bisa bahagia karena satu hal sama. Tapi semua orang pasti merasakan pedihnya kehilangan, sakitnya patah hati dan dalamnya kenangan. Sebab itulah aku menuliskannya. Tidak untuk aku seorang. Tidak karena aku ingin mengingat yang lalu. Tidak pula karena aku tak bahagia bersamamu. Justru seringkali aku melakukannya karena aku bahagia. Adakah kamu tahu, cerita bahagia yang di kenal banyak orang?

Romeo dan Juliet diabadikan cintanya oleh kematian. Jack dan Rose pun harus terpisah oleh gunung es, yang membuat kapal Titanic mereka terbelah dua. Hayati? Ah, jika saja Zainuddin tak keburu termakan omongan.

Tidak, aku tidak sedang membicarakan sesuatu yang abadi lagi sekarang. Kepedihan bukan keabadian. Bahagialah, satu-satunya yang mendekatinya. Bahkan, Tuhan menjamin surga, tempat untuk kita berbahagia. Kepedihan hanya sepersekian. Neraka tidak Ia siapkan untuk orang-orang bersedih. Hanya karena mereka terlalu berbahagia di dunia fana.

Mungkin kamu juga pernah merasakannya saat bersamaku. Saat aku menulis hal-hal yang menurutmu tentang masa lalu. Sekali lagi aku katakan, aku tidak harus mengalami apa yang aku tulis. Bisa saja, aku pernah membacanya, mendengarnya, atau bahkan hanya sekedar berimajinasi tentangnya. Percayalah, orang-orang yang terbiasa menulis, punya imajinasi yang cukup liar. Kalau tidak salah, aku pernah membacanya di timeline salah satu akun penyaji fakta.

Sayang, satu yang selalu ada dalam perayaanku bersama Tuhan. Tentang keinginan yang senantiasa aku panjatkan. Doaku, agar kelak, aku tak harus menuliskan kepedihanku kehilanganmu. Aamiin.

Salam sayang selalu. Akunya kamu.



NB: Pertanyaan tentang cerita berakhir bahagia yang dikenal banyak orang tak perlu dijawab, sebab nanti, kamu yang akan jadi tokohnya; dalam cerita tentang kita.



6 comments:

  1. Kembali membaca surat yang begitu membuatku takjub :)

    ReplyDelete
  2. Kamu tahu, hal paling indah yang bisa digambarkan adalah kepedihan.Kepedihan bukan keabadian. Bahagialah, satu-satunya yang mendekatinya.
    Haii itu keren! :)

    ReplyDelete
  3. Hei, Kakwaw! Blogwalking ke sini jadi merasa insekyur! Huft. Tulisanmu itu lhooo.... Kapan ya aku bisa nulis puitis kayak gini :')

    Follow blog ini ah~ :D

    ReplyDelete