Monday, 2 February 2015

Tetangga

Standard
Sebenarnya, saya kurang nyaman ketika harus menuliskan ini pada Anda, Tuan. Tapi, sebagai tetangga yang baik, saya kira, kita harus saling mengingatkan. Bukankah yang demikian justru memererat, Tuan? Semoga tak ada bara barang sekecil apapun karenanya.

Tuan, sesungguhnya saya terganggu dengan keributan-keributan kecil Anda tiap malam. Kaki-kaki kecil yang berjalan, bahkan berlari kencang di atap rumah. Belum lagi, jika Anda bertengkar dengan pasangan, suara-suara ganjil melengking yang bikin pekak dan meremangkan kuduk di tengah malam. Kadang-kadang, ingin saya keluar dan melerai. Tapi saya tak punya keberanian ikut campur rumah tangga orang. Menurut saya, sebagai kepala rumah tangga, Anda pasti punya mental dan kewibawaan yang lebih, tidak harus berteriak dengan bahasa umpatan tak jelas. Biarkan sumpah serapah yang Anda kulum menetes, Tuan, tak perlu disembur.

Saya memang takjub pada Tuan, yang bisa menggauli banyak betina, namun, Tuan, keperkasaan bukan di balik kelamin atau cakar-cakar. Betina-betina itu, pada akhirnya, menyelinap ke rumah kami. Juga beberapa tetangga lain. Ibu saya seringkali rishi, mereka—betina yang Tuan titipkan benih itu—tak segan ke dapur, bahkan meja makan. Mereka ambil yang disuka, padahal Ibu sudah menyiapkan khusus untuk mereka.

Tolonglah Tuan, ajari mereka sedikit sopan santun. Tak jarang pula, ada di antara mereka yang masuk kamar saya, mencari kehangatan untuk benih-benih Anda. Saya tak tega, Tuan, dan tak mungkin juga berbagi ranjang. Biasanya, jika begitu, saya mempersilahkan mereka keluar. Tidak Tuan, saya tidak menghinakannya. Saya tahu betul, Anda dan keluarga kesenangan Kanjeng Nabi Muhammad, mana berani saya macam-macam.

Tapi, saya juga ingin sedikit pengertian Tuan. Tidakkah malam indah dan tentram dalam damai? Dan, orang-orang kelelahan memeluk lelapnya masing-masing?


Itu saja Tuan, sekali lagi, saya tidak bermaksud lancang. Saya hanya ingin silaturahim kita kencang dan tak berbatas tuan dan peliharaan.

1 comment: