Sunday, 1 February 2015

Teruntuk Kamu

Standard
Selamat tanggal 1!

Sebentar, kita pernah merayakannya? Seingat saya, hanya waktu ulang tahun pertama, itu pun diundur untuk perayaan yang lebih raya; Jakarta.

Jadi, sudah berapa bulan kita pacaran? Setahun tiga bulan? Semoga benar. Bukankah kita sendiri sering debat ikhwal tata cara penghitungan. Belum lagi ditambah putus nyambung yang beberapa. Kenapa hitungannya tetap dari awal, ya?

“Kita tinggal punya waktu kurang lebih dua minggu untuk bersama,” katamu pagi tadi. Saya tersenyum getir. Ah, betapa saya membenci jarak. Berdasarkan pengalaman, ia musuh yang enggan berteman. Semoga kami cepat damai.

Perkara LDR, saya pernah berkelakar pada seorang teman, “Pasangan LDR yang berhasil nikah, namanya pantas diabadikan sebagai nama jalan.” Ada perasaan ganjil sebenarnya waktu saya mengatakan itu, selain masa lalu yang kurang berpihak, sedikit masalah kecil kita kemarin, juga menguncupkan mawar yang sempat mekar. Tapi, celetuk teman saya, ahli LDR—demikian saya menyebutnya, bikin kepala kembali tegak,”Kau tak ingin namamu jadi nama jalan?”

Kita sama-sama tak suka jarak. Kau juga mengutuk hal satu itu beberapa kali, di waktu lalu, saat kita dalam kuasanya yang singkat. Ah, bagaimana jika taman bunga dalam kepala, dengan segala tentangmu yang biak, butuh aroma tubuhmu untuk bernapas, butuh hangat dekapmu untuk hidup? Kenyataan kadang-kadang menjauhkan.

Sebenarnya, ada banyak yang ingin saya sampaikan, tapi, kau sudah duduk di ruang tamu. Tunggu saya sebentar, siapkan senyum dan tawa itu untuk saya ingat.

Semoga dalam jauh, hati kita semakin dekat. Dalam temu yang singkat, kenangan akan jadi obat. Belasan hari lagi, kita harus belajar dan kehilangan banyak hal. Mata kita tak akan lagi saling tatap, semoga layar ponsel menjaganya tetap hangat. Semoga yang akan hilang, hanya kebiasaan, bukan perasaan.


Semoga imajinasi kita makin teruji, betapa LDR terasa bosan tanpa kejutan. Semoga kuat, Sayang!

3 comments: