Monday 7 November 2011

25 Nov 2010

Standard
Malam ini hujan turun dengan derasnya, mengingatkan saya akan mendung yang menggantung di langit siang tadi. Yang seketika menghilang namun ternyata timbul kembali, tapi bukan pada langit bumi, melainkan pada ruangan kelas kami. Suasana yang jarang saya rasakan dan juga saya alami, ketika seseorang yang kuat, berdiri di hadapan kami, mengeluarkan bentuk gejolak dalam hati, dengan wajah yang sedih namun tetap berseri. Jujur saya katakan, saat ini saya masih ingat jelas wajah itu, wajah yang biasa tersenyum, dengan pancaran ketulusan dan keikhlasannya, namun kini tenggelam seakan tertelan awan kelam.

Dengan berani ia berdiri, melangkahkan kaki tepat ke bagian tengah kelas kami, lalu mengungkapkan kesedihan hatinya, dengan raut wajah yang benar-benar membuat hati saya tersentuh, terharu dan bangga. Ya bangga, bangga karena saya melihat sesuatu yang memang belum pernah saya lihat dan alami secara langsung, ketika seseorang seperti dirinya menghakimi diri sendiri dengan mengatakan dirinya gagal di hadapan kami semua. Betapa kuatnya wanita yang ada di hadapan saya ini. Betapa lapang hatinya mengungkapkan itu semua di hadapan kami. Padahal sebagian besar orang seperti dirinya, biasanya akan langsung tersenyum lebar ketika tanggung jawabnya telah dipenuhi. Inikah arti dari sebuah dedikasi ?

Teori abraham marslow yang sering ia dengungkan benar-benar nyata di kelas kami, ia memenuhi kebutuhan fisik kami dengan memperbolehkan kami membawa makanan, ia memberikan rasa aman ketika kami ada di dalam kelas dengan senyuman, tapi mungkin berada di dalam kelas bukan tempat yang aman bagi teman-teman yang masih malu untuk berbicara. He he he. Lalu ia juga membuat kami merasa saling dimiliki dan memiliki, dicintai dan mencintai, membuat kami merasa sedang berada di dalam rumah bersama keluarga besar yang sedang berdiskusi. Jarang sekali bahkan tidak pernah telinga saya mendengar ia menjatuhkan salah satu diantara kami, menyatakan kalau kami ini salah, tapi ia memberikan sesuatu dari sudut pandang yang berbeda, mengangkat dan memotivasi kami untuk menjadi lebih dan lebih lewat perkataan yang ia ucapkan. Bukankah penghargaan lewat perkataan lebih bermakna dibandingkan memberikan sesuatu yang bersifat materi ?  Aktualisasi diri, ia biarkan kami berdiskusi tentang organisasi, bahkan hingga jam kuliahnya berhenti, namun bukan sekedar diskusi tanpa isi, dengan ciamik ia sisipkan materi-materi dan menyambungkannya dengan contoh nyata dari diri kami sendiri.

Memang saya akui ada beberapa atau mungkin sebagian dari teman-teman, bahkan diri saya sendiri terkadang masih menggunakan metode menghapal, bukan memahami seperti yang biasa ia ajarkan. Dan karena itulah menurut saya, salah satu alasan kenapa ia merasa gagal. Benar memang, sebuah komunikasi dikatakan berhasil ketika sudah mencapai tahap behavioral, tapi saya yakin teman-teman di kelas kami pasti sudah memahami ini dan berikrar di dalam hati, tinggal menunggu implementasi, karena untuk merubah kebiasaan tidak cukup hanya sehari atau dua hari.

Meskipun ia merasa telah gagal, tapi saya pikir ia telah berhasil, berhasil memberikan kami pelajaran sebagai sebuah bekal, mungkin tidak secara langsung tergambarkan lewat nilai A ataupun B, karena ia memberi sesuatu yang lebih dari itu, sebuah gebrakan baru dalam pola pikir dan tingkah laku. Saya menulis ini, karena ia yang mengajarkannya, teman-teman saya berbicara tanpa canggung karena ia yang melatihkannya, organisasi kami menjadi lebih baik karena ia yang memotivasinya. Semoga saja ia membaca catatan ini, dan tersenyum, karena saya kehilangan senyumnya di akhir kuliah kami.

1 comment: