Malam
ini kembali seperti malam kemarin, saat awan kelam memakan sebagian langit
malam. Tak ada satupun bintang, bahkan rembulan tampak malu untuk keluar. Masih
tentang hal yang sama, yang ingin aku hilangkan dalam ingatan, namun selalu
hadir dalam lamunan. Tentang pelita, tentang cahaya, tentang cinta, tentang
sesuatu yang hakiki bagi manusia. Pergulatan emosi jiwa, senyum, tawa, juga
derita. Akan banyak senyum yang terpancar, akan banyak tawa yang keluar, akan
banyak keindahan yang mempesona, akan ada jiwa yang bahagia dan akan ada pula
hati yang terluka. Ketika dilema itu datang, ia mengalahkan karang yang
menghalang, membuat akal sehat kadang menghilang. Pilihan memang memudahkan,
tapi memilih sangat menyulitkan, ragu, bingung dan bimbang, terlampau sering
aku rasakan.
Ada
banyak jalan menuju Roma, ada banyak cara membangun Menara Pizza, tapi hanya
ada satu jalur menelusuri Tembok Cina. Mungkin aku memang tidak harus
melupakannya, mungkin juga aku memang tercipta untuknya, atau mungkin ia
pelajaran bagiku untuk lebih menghargai yang datang dikemudian hari. Entahlah,
segala kemungkinan itu masih mungkin terjadi, menuju Roma, membangun Menara
Pizza, atau menelusuri Tembok Cina. Apapun itu, aku yakin, ini takdirku.
040515; 02:18 PM
ReplyDelete