Tuesday 8 November 2011

Mungkin pilihan

Standard

Malam ini kembali seperti malam kemarin, saat awan kelam memakan sebagian langit malam. Tak ada satupun bintang, bahkan rembulan tampak malu untuk keluar. Masih tentang hal yang sama, yang ingin aku hilangkan dalam ingatan, namun selalu hadir dalam lamunan. Tentang pelita, tentang cahaya, tentang cinta, tentang sesuatu yang hakiki bagi manusia. Pergulatan emosi jiwa, senyum, tawa, juga derita. Akan banyak senyum yang terpancar, akan banyak tawa yang keluar, akan banyak keindahan yang mempesona, akan ada jiwa yang bahagia dan akan ada pula hati yang terluka. Ketika dilema itu datang, ia mengalahkan karang yang menghalang, membuat akal sehat kadang menghilang. Pilihan memang memudahkan, tapi memilih sangat menyulitkan, ragu, bingung dan bimbang, terlampau sering aku rasakan.
Ada banyak jalan menuju Roma, ada banyak cara membangun Menara Pizza, tapi hanya ada satu jalur menelusuri Tembok Cina. Mungkin aku memang tidak harus melupakannya, mungkin juga aku memang tercipta untuknya, atau mungkin ia pelajaran bagiku untuk lebih menghargai yang datang dikemudian hari. Entahlah, segala kemungkinan itu masih mungkin terjadi, menuju Roma, membangun Menara Pizza, atau menelusuri Tembok Cina. Apapun itu, aku yakin, ini takdirku.

1 comment: